Mimpi: Awal

2734527-787522-black-and-white-fantasy-a-tree-the-moon-and-the-girl-letting-butterflies-out-of-the-cage

By: Latifun Kanurilkomari

Di waktu malam yang pekat, dengan hanya diterangi gemerlap bintang dan rembulan. Seorang gadis penyihir terbang dengan begitu ringan. Ia terbang bersisian dengan sebuah pesawat balon berpenumpang.

“Wah, besar sekali,” gumam sang penyihir itu dengan kagum.

Seorang penumpang – gadis kecil – menempelkan wajah dan tangannya pada kaca jendela pesawat. Gadis kecil tersebut terpaku memandang seseorang yang terbang di luar jendela pesawatnya. Wajahnya terkejut. Sang penyihir hanya tersenyum manis sebelum akhirnya melambaikan tangannya kepada gadis kecil itu yang dengan ragu balas melambaikan tangan.

“Semoga malam ini mimpimu menyenangkan,” gumam sang penyihir. Gumpalan cahaya bersinar menyenangkan dari telapak tangan sang penyihir sebelum akhirnya terbang ringan menuju gadis kecil. Gadis kecil itu terkejut karena cahaya tersebut menembus kaca jendela pesawatnya sebelum akhirnya menghilang. Saat sang gadis ingin melihat lebih jelas, sang penyihir melambaikan tangannya sebelum akhirnya terbang turun jauh ke tanah.

London, Tahun 2147

Disini adalah London, sebuah kota pemukiman yang berlokasi sepanjang sungai Thames. Sebuah kota yang telah menjadi daerah pemukiman sejak bangsa Romawi membangun daerah ini pada abad kesatu. Meskipun waktu telah lama melintasi kota ini, tetap saja nuansa kebangsawanan terasa kental dan terus dijaga sepanjang generasi.

Sang penyihir melambung ringan diatas jalan aspal sebelum akhirnya menjejakkan kakinya dengan mantap.

St James Place

Itulah nama yang ditunjukkan oleh papan nama jalan. Sang penyihir melangkahkan kaki menuju rumah nomor 14. Sebuah rumah yang cukup elegan, tanaman warna warni tertata dengan indah di halaman rumah tersebut. Belum lagi wangi melati yang semerbak menyebabkan perasaan menjadi tenang. Letak rumahnya yang agak kedalam menyebabkan suasana pemukiman yang tenang walaupun tidak terlalu jauh dari jalan utama.

Sang penyihir mengetuk pintu dengan perlahan. Tak lama kemudian muncullah seorang pelayan rumah membukakan pintu. Setelah bercakap-cakap sebentar, sang pelayan mempersilahkan sang penyihir memasuki rumah untuk menemui pemilik kediaman.

_o0o_

“Jadi namamu Sherry Carmel?”

“Benar Mr. Lucas,” ujar si penyihir dengan riang.

Mr. Lucas menatap penyihir dihadapanya dengan menyelidik sementara Mrs. Lucas mengintip melalui bahu suaminya sambil menggendong anaknya yang masih balita.

“Sebenarnya kami meminta seorang pengasuh dari kaum pengasuh. Tapi kalau diperhatikan sepertinya kamu masih sangat muda,”

“Itu memang benar Mr. Lucas, akan tetapi penampilan saya yang seperti ini dikarenakan darah penyihir yang berumur panjang masih mengalir dalam darah bangsa kami. Walaupun penampilan saya masih muda akan tetapi pengalaman saya sudah cukup lama sebagai seorang pengasuh,” jelasnya dengan tenang.

Mr. Lucas menatap dengan sangsi sementara Mrs. Lucas nampak tertarik. “Bagaimana kalau dicoba saja terlebih dahulu?” Mrs. Lucas mencoba menengahi. Mr. Lucas masih agak sangsi walaupun istrinya nampaknya sudah memutuskan.

Dear Sherry, ini anak kami yang paling bungsu namanya Wilhelmina,” ujar Mrs. Lucas sambil mengulurkan tangan anaknya kepada Sherry.

“Hallo Wilhelmina,” sapa Sherry sambil menggenggam tangan kecil Wilhelmina.

“Lalu, ini adalah anak kami yang kedua dan ketiga,”

Sepasang anak perempuan kembar berambut pirang ikal panjang tersenyum manis dan memberi hormat dengan elegan sambil mengembangkan kedua sisi rok mereka.

“Selamat malam Miss Sherry,” sapa mereka dengan bersamaan. “Saya Margareth,” sapa anak kembar dengan pita hijau. “Saya Elizabeth,” ujar anak kembar berpita merah.

“Salam kenal juga,” sapa Sherry dengan riang.

“Lalu yang di sofa itu adalah anak pertama kami,” Mrs. Lucas kembali memperkenalkan.

“Namaku William, umurku 14 tahun. Karena itu mungkin aku tidak akan lama berada dibawah pengawasanmu,” sapa William dengan dingin sebelum akhirnya kembali menekuni Ipad yang ada di lengannya.

“Nah anak-anak, tolong antarkan Sherry ke kamarnya ya,”

“Tidak perlu repot, ini aku kirimkan denah rumah ini. Kau bisa mencarinya sendiri,” ujar William sambil melambaikan tangannya. Tak lama kemudian sebuah peta digital tampil di hadapan Sherry menjelaskan denah rumah tersebut.

“Itu tidak sopan William!”

“Tidak apa-apa Mrs. Lucas,” Sherry mencoba menengahi.

“Margareth, Elizabeth tolong antarkan Sherry ke kamarnya,”

“Baik!”

Sherry meninggalkan ruangan tersebut diiringi langkah ringan kedua anak kembar tersebut. Suara teguran perlahan memelan saat ia meninggalkan ruang keluarga.

“Miss Sherry, ini kamar anda,”

Sherry masuk ke dalam kamarnya dan memandang sekilas. Sebuah tempat tidur yang cukup besar, sebuah lemari pakaian beserta lemari laci, kamar mandi yang tersambung dengan kamar beserta sebuah jendela yang cukup besar. Sekilas Sherry sangat menyukai kamar ini.

“Hei… hei… Miss Sherry,”

“Panggil Sherry saja. Eh, yang pita hijau Margareth kan?”

“Benar, eh… aku lihat loh Sherry terbang di langit,”

“Iya…dan tahu-tahu saja mendarat di depan rumah,” ujar Elizabeth.

“Sherry sebenarnya penyihir ya?”

Sherry tersenyum. “Aku bukan penyihir, tapi aku adalah seorang pengasuh. Ah, tapi memang kakek dari kakekku dan nenek dari nenekku adalah penyihir,”

“Menyenangkan sekali, sudah lama sekali kami ingin pengasuh sepertimu,” gumam mereka berdua dengan senang.

Tiba-tiba sebuah Video message muncul dihadapan mereka semua. Belum sempat mereka semua merespon, message itu terbuka dengan sendirinya.

“Aku sedang melakukan searching disini! Bisa tenang sedikit?”

“Maafkan kami,” gumam Elizabeth dan Margareth. Sherry terdiam sebelum akhirnya mencoba menimpali, “Mereka hanya ingin mengobrol denganku. William, kenapa kau tidak ikut bergabung dengan kami?”

“Terima kasih, tapi aku lebih baik dikamarku dan melakukan searching,” ucap William acuh.

“Ayolah, tidak baik terus bermain internet. Sesekali kau juga harus bersosialisasi,”

“Terima kasih, tapi saat ini aku juga sedang bersosialisasi dengan orang lain, tidak hanya denganmu,”

“Maksudmu melalui social media?”

“Ada masalah dengan itu?”

“Tidak, hanya saja bersosialisasi akan lebih baik kalau kau saling bertatapan dengan orang tersebut,”

“Aku tidak peduli, bagiku sudah cukup dengan semua ini. Teknologi dunia ini lebih dari cukup untuk memberiku informasi mengenai semua hal. Karena itulah aku hanya butuh teknologi. Aku tidak butuh yang namanya pengasuh,”

Video message berakhir sementara  Sherry hanya bisa terdiam. Wajahnya Nampak sedih.

“Sherry, jangan diambil hati. Kak William memang seperti itu, beliau sangat maniak terhadap teknologi,” Margareth berusaha menenangkan hati Sherry.

“Iya, kak William memang seperti itu. Makanya tidak heran kalau Kak William sudah bekerja di… di… pokoknya di perusahaan teknologi yang sangat terkenal,”

“Sudah bekerja…?” Sherry mengulang, takut salah dengar.

“Iya… tapi Kak William itu sebenarnya sangat baik. Karena itu Sherry jangan berhenti ya,” pinta anak kembar tersebut. Sherry tersenyum lembut mendengar celoteh kedua anak kembar tersebut.

_o0o_

Srek Srek

“Selamat pagi, cuacanya bagus hari ini,” sapa Sherry dengan riang sambil menyibakkan tirai kamar anak-anak. Keempat anak keluarga Lucas terbangun dengan malas, sinar mentari yang cerah terlalu menyilaukan mata.

“Ayo bangun. Cuci muka dan sikat gigi terlebih dahulu setelah itu ganti pakaian kalian. Aku akan menyiapkan sarapan untuk kalian semua,” Sherry berucap sambil menghampiri tempat tidur balita milik Wilhelmina. Balita itu sudah terbangun dengan riang dan menuntut perhatian penuh dari Sherry.

“Kalau kalian sudah siap segera turun ke ruang sarapan ya,” Sherry meninggalkan ruangan sambil menggendong Wilhelmina.

Anak-anak keluarga Lucas menggeliat di tempat tidur mereka sebelum akhirnya mencuci muka mereka dan berganti pakaian. Masih dengan menguap mereka turun menuju ruang makan. Wangi sarapan yang menggugah selera menghampiri indera penciuman mereka, segera saja mereka merasa lapar dan duduk di kursi masing-masing.

Anak-anak keluaga Lucas mulai menyeruput breakfast tea mereka sebelum akhirnya mulai mengambil sarapan yang disediakan. Hanya William saja yang mengernyitkan dahi setelah menyeruput teh miliknya.

“Ada apa William?

William tidak menjawab akan tetapi ia meletakkan cangkir teh nya dengan cukup keras.

“Susunya dimasukkan belakangan ya?” tanyanya dingin. Sherry terdiam sesaat sebelum akhirnya mengerti maksud William.

“Ah ya, aku memasukkan susunya belakangan. Aku suka sekali melihat warna perubahan teh menjadi teh susu,”

“Begitulah, padahal kalau susu dimasukkan duluan maka sisa teh tak akan menempel di dasar cangkir sehingga mencucinya pun akan jauh lebih mudah,”

Sherry hanya terdiam. “Rupanya William tahu banyak hal,”

“Semua ini karena kecanggihan teknologi. Informasi tadi aku dapatkan melalui internet,”

William bangkit dari kursinya, meraih selembar roti tawar dan melangkah menuju pintu. “Aku bisa mendapatkan informasi yang aku mau dengan teknologi yang kumiliki. Karena itu, aku tidak butuh pengasuh. Aku tidak butuh kamu,”

Dan Sherry kembali terpukul.

_o0o_

“Menyedihkan, aku dibully oleh anak asuhku sendiri,” Sherry menghela napas. Saat ini gadis tersebut sedang beristirahat di kamarnya. Tubuhnya bersender di kusen jendela sementara matanya memandangi pemandangan di luar sana. Balon pesawat beberapa kali terbang melintas dengan lambat, sesekali orang-orang terbang dengan menggunakan mesin terbang. Teknologi saat ini memungkinkan manusia untuk tidak perlu menggerakkan tubuhnya dan hanya perlu memerintahkan robot maupun teknologi tertentu untuk melakukan semua keinginan mereka.

“Lagipula, William terlalu kaku. Kerjanya hanya bermain komputer tanpa melakukan apapun yang kuperintahkan. Memang kuakui sih, dia sangat pintar tapi… tapi… kalau main komputer terus kan otaknya bisa kayak algoritma pemograman,” keluhnya lagi.

“Padahal kalau dia senyum pasti lebih keren,”

“Bukankah itu tugas Sherry agar William bisa tersenyum lagi?”

Sherry tersentak, “Siapa?”

“Aku adalah pohon yang ada dihadapanmu,”

Sherry memandang pohon tersebut dan tersenyum, “Hallo, ini pertemuan pertama kita. Namaku Sherry, pengasuh baru di keluarga Lucas. Mohon bantuannya ya,”

“Mohon bantuanmu juga. Aku telah berada di rumah ini sejak kepala keluarga Lucas yang saat ini masih anak-anak. Karena itu aku sangat mengenal William sejak dia masih kecil. Dulu William adalah anak yang ramah dan sering tersenyum, hanya saja karena ia punya bakat jenius dalam teknologi makanya ia dipaksa untuk bekerja di bidang tersebut dan melupakan masa kanak-kanaknya,”

Sherry terpekur.

“Kami juga mohon bantuanmu,” sebuah suara yang lain kembali muncul. Sherry menatap Burung gereja yang berada di cabang pohon tersebut.

“Dulu William adalah anak yang baik. Ia sering memberi kami remah roti. Akan tetapi sejak ia sibuk bekerja, ia tidak pernah lagi bermain bersama kami. Bahkan ia sudah jarang mendengarkan kicauan kami,” jelas Burung gereja.

“Kalian semua ternyata sangat memperhatikan William,” Sherry tersenyum lembut.

“Dulu William adalah anak yang suka membaca buku. Bahkan dia pernah menanam kacang hijau setelah membaca dongeng mengenai Jack dan Kacang Hijau. Senyumnya saat itu sangat menggemaskan,” cerita sang Burung

“Kami mohon buatlah William kembali tersenyum,” sang pohon kembali memohon.

Sherry terdiam sebelum akhirnya tersenyum, “Baiklah aku akan berusaha. Sebagai pengasuh, aku akan membuat William kembali tersenyum,”

_o0o_

“William,”

William yang sedang menuruni tangga berhenti sesaat. Sherry menghampiri William, “Tengah malam nanti kita akan mengadakan pesta teh, ya?”

“Tengah malam? Jam 12 malam?” Sherry mengangguk.

“Akan kutunjukkan padamu apa yang tidak bisa dilakukan oleh teknologi saat ini. Bagiku tak ada yang tak mungkin, karena aku bukanlah pengasuh biasa,” ujar Sherry misterius sambil meninggalkan William. William hanya bisa terpaku.

_o0o_

Sherry berada di kamarnya, membongkar barang bawaannya yang sengaja dibawa dari kaum pengasuh.

“Eh, bukan ini. Ini juga bukan. Bukan. Bukan,”

“Sherry sedang apa?” Margareth dan Elizabeth mengintip dari pintu kamar Sherry.

“Ah, ini dia!” Sherry terpekik senang.  Ia berusaha menarik sesuatu dari tasnya yang kecil. Setelah berkutat dengan sekuat tenaga akhirnya benda itu keluar juga dari tasnya. Benda itu ternyata sebuah buku yang begitu tebal.

“Apa itu?” Elizabeth dan Margareth berlari menghampiri Sherry. “Ini adalah ensiklopedia dongeng dunia,” jelas Sherry.

“Apa maksudnya?” kejar mereka lagi akan tetapi Sherry tidak mendengarkan tetapi membolak-balik lembar buku tersebut. “Ah ketemu,” ujarnya pada halaman buku tertentu dan setalah itu sebuah biji kacang hijau keluar dari buku tersebut.

“Anak-anak harus terus mengenggam mimpinya,” gumam Sherry sambil mencium biji kacang hijau tersebut.

_o0o_

“William. William, ayo bangun,”

William menggeliat di tempat tidurnya akan tetapi guncangan itu terus membangunkannya hingga mau tak mau William terbangun dari tidurnya.

“Sudah waktunya, ayo bangun. Margareth, Elizabeth, ayo bangun,” Sherry kali ini membangunkan si kembar. Walau agak sulit tapi akhirnya semua anak-anak keluarga Lucas terbangun. Dengan masih menggunakan piyama, mereka menuju halaman belakang rumah mereka dengan terkantuk-kantuk.

“Apa yang akan kita lakukan di pesta teh tengah malam begini?” William penasaran.

“Lihat saja nanti,” Sherry tersenyum misterius sambil menggendong Wilhelmina yang entah mengapa tidak rewel. Sherry meletakkan biji kacang hijau ke lubang dalam tanah kemudian menyiulkan sebuah nada. Tak lama kemudian biji kacang hijau itu secara cepat tumbuh menjadi pohon raksasa dimana puncaknya jauh menembus langit.

Sherry menelan sebuah permen dan kemudian tubuhnya melayang ringan. “Pesta teh nya ada diatas sana. Kalian silahkan memanjat pohon ini, aku dan Wilhelmina duluan ya,” dan Sherry pun semakin terbang melayang menjauh dan tak terlihat.

William, Elizabeth dan Margareth hanya diam, masih bingung. “Kita memanjat ini?” gumam Elizabeth. “Tunggu sebentar, aku akan ambil mesin terbang individu terlebih dahulu,” usul William.

William masuk kedalam dan tak lama kemudian membawa semacam sabuk yang melilit tubuh. Pada bagian punggungnya terdapat semacam saya kecil berwarna putih. “Masing-masing kalian gunakan,” ujar William sambil menyerahkan sepasang mesin terbang tersebut untuk digunakan oleh Elizabeth dan Margareth, sementara William menggunakan miliknya sendiri. Tak lama kemudian mereka mulai terbang, mesin sayap tersebut mengepak pelan.

Mereka terus terbang dan terbang, akan tetapi puncak pohon kacang tersebut tetap tak terlihat. Saat mereka berada di ketinggian tertentu, mesin sayap tersebut mulai mengepak terlalu pelan dan tak mampu lagi membawa mereka semua lebih tinggi.

“Sepertinya dari sini kita harus memanjat Kak,” gumam Elizabeth.

“Apa boleh buat, mesin ini hanya bisa membawa kita maksimal ketinggian 500 meter,”

“Margareth capek Kak kalau kita harus memanjat pohon,” keluh Margareth

“Sabar ya, masih lebih dekat keatas daripada kebawah,” William mencoba membesarkan hati adik-adiknya.

“Kak,”

“Margareth yang sabar ya,”

“Bukan itu, Margareth menemukan biji kacang hijau kak. Eh manis lagi, wah… ini permen terbang yang tadi dimakan Sherry,” Margareth terpekik riang. Tubuhnya mulai terbang dan melayang ke atas.

“Mana mungkin, ini kan pohon kacang,” akan tetapi sebelum William membantah Margareth telah memasukkan permen itu kedalam mulut William. Tak lama William merasa tubuhnya ringan dan melayang keatas. Margareth juga memberikan permen tersebut kepada Elizabeth sehingga mereka bertiga tidak lagi memanjat pohon tetapi langsung melayang terbang. Mereka terus terbang dan terbang, menembus awan sehingga akhirnya mereka sampai di puncak pohon tersebut.

“Selamat datang di pesta teh tengah malam,” sambut Sherry dengan riang.

“Wah, kami lapar dan haus,” Elizabeth dan Margareth terpekik riang.

“Tenang saja, aku sudah menyiapkan teh dan kue untuk kalian semua,”

Tanpa dipersilahkan lagi, anak-anak keluarga Lucas langsung duduk di kursi masing-masing dan meneguk teh yang telah diseduh tersebut. Setelah teh mereka habis, mereka langsung mengambil kue yang telah disediakan.

“Pemandangan yang indah ya,” Elizabeth kagum dengan pemandangan yang terhampar dibawah mereka. Saat ini mereka sedang minum teh di salah satu awan yang menggantung cukup tinggi di langit. Meskipun tinggi, pemandangan lampu malam dibawah mereka masih terlihat indah.

“Benar, memang sangat indah sekali. Rasanya tak akan bosan memandang seperti ini terus,” William membenarkan.

“Iya kan? Aku memang sengaja membuat pesta teh tengah malam untuk menunjukkan kepada kalian pemandangan dan perasaan kagum seperti ini,” ujar Sherry bangga.

“Tapi Sherry, kamu tahu? Ada ungkapan lama yang mengatakan bahwa jika seseorang melihat pemandangan yang sangat indah maka ia akan mengatakan bahwa ia telah menumpahkan kotak perhiasan?” William tersenyum kepada Sherry.

Sherry terpekur sesaat seblum akhirnya ia ikut tersenyum dan mengomentari pendapat William. “Ternyata William kalau tersenyum memang tempan ya,” pikirnya dalam hati.

Mereka terus mengobrol dan berceloteh riang, mengomentari pemandangan malam dibawah mereka maupun membicarakan hal yang lain. Dan disanalah Sherry memperhatikan senyum dan tawa lepas yang menghiasi wajah anak-anak keluarga Lucas.

“Pekerjaanku baru dimulai, dan aku harus terus membuat mereka terus tersenyum riang seperti ini,” tekad Sherry dalam hati. “Karena sebagai pengasuh, tugasku adalah menampilkan senyum kepada anak-anak dan menunjukkan mimpi yang indah kepada mereka semua,”

_o0o_

“Bangun, ayo bangun! Cuacanya cerah loh,”

William langsung membuka matanya, tubuhnya langsung terduduk dan memandangi sekitarnya dengan bingung. Elizabeth dan Margareth yang berada diseberang ruangan juga terbangun dengan bingung dan memandangi sekeliling mereka.

“Ayo bangun, cuacanya cerah loh. Cepat ganti baju dan turun sarapan ya,” Sherry keluar dari kamar sambil menggendong Wilhelmina yang masih terkantuk.

William, Elizabeth dan Margareth masih memandangi Sherry yang keluar dari kamar. “Cuma mimpi ya?” William bertanya pada kedua kembar, akan tetapi mereka hanya diam bingung. Mereka masih terdiam sebelum akhirnya bersiap-siap karena Sherry kembali memanggil mereka untuk turun.

Anak-anak keluarga Lucas akhirnya telah siap dan duduk di kursi mereka masing-masing. Mereka mulai menyesap teh masing-masing sebelum akhirnya mengambil sarapan mereka. Sherry memandang mereka semua dengan senyum.

“Sepertinya William telah mulai menerimaku. Mungkin dia tidak sadar, tapi tadi malam aku memasukkan susunya belakangan,” Sherry berpikir sambil mengaduk teh susu miliknya.

“Sherry, susunya dimasukkan belakangan lagi ya?” William mulai berkomentar.

Dan Sherry hanya bisa terdiam.

Sepertinya kontroversi antara teh dan susu milik Sherry dan William masih akan terus berlanjut.

_o0o_

A/N: Dibuat untuk memenuhi tantangan “I Tag You” dari grup WA IOC Writing. Temanya sih Modern Witch. Tapi…OMG! Mananya yang modern coba? Bomat ah.. yang penting udah selesai… 😛 #EdisiLicik