Hamba Terakhir: Chapter 1

Dengar putriku, ini ialah kisah lama yang tak akan lekang dimakan waktu. Diceritakan oleh ibuku kepada anak perempuannya, yaitu aku. Ibuku mendengar cerita ini dari ibunya, yaitu nenek buyutmu. Dan suatu saat nanti, putriku, aku berharap kau akan menceritakan kisah ini kepada putrimu.

Pada saat itu dunia masih bertasbih memuji Tuhan-Nya.

Apa itu bertasbih?

Sayang sekali, kisah ini tidak menjelaskan apa itu bertasbih. Tak ada seorangpun di dunia ini yang akan mengetahui arti dari bertasbih.

Tidak… jangan tanya kepada ayahmu. Ia akan sangat marah dan menghukummu dengan hukuman yang keras.

Aku akan lanjutkan.

Dikatakan saat itu dunia masih mengenal Tuhan Yang Sebenarnya.

Tidak… bukan Tuhan yang kita kenal sekarang. Bukan Tuhan yang saat ini bisa kita lihat dan sentuh.

Tuhan Yang Sebenarnya ialah Tuhan yang tak kasat mata.

DIA-lah Tuhan yang mengangkat matahari di kanan-NYA dan rembulan di kiri-NYA.

DIA-lah Tuhan Yang Maha Agung dan Perkasa.

Pada saat itu banyak yang menyebut namaNYA dan bersujud pada-NYA. Akan tetapi pada suatu saat manusia tiba-tiba lupa bagaimana cara bersujud kepada-NYA.

Bahkan manusia pun lupa nama Tuhan kita yang sebenarnya.

Tidak perlu takut putriku. Aku akan ajarkan cara bersujud kepada-NYA.

Dan suatu saat nanti, ajarkanlah kepada putrimu sendiri cara bersujud kepada Tuhan kita yang sebenarnya.

Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Perkasa.

.

.

.

BRAAKKK!

Pintu terbanting dengan keras, menunjukkan sosok pria yang berwajah garang dengan muka merah padam, menahan amarah. Di belakangnya berdiri seorang anak lelaki kecil, umurnya tidak lebih dari sepuluh tahun, wajahnya menyeringai licik.

“Sudah kukatakan jangan mengajari putriku hal-hal yang gila!” Pria itu menjambak rambut panjang ibunya dan menyeretnya keluar kamar.

“Ibu! Ibu! Ibu!”

Ia terus berteriak tetapi kakaknya menahannya untuk diam di tempat. Belum pernah ia melihat ayahnya semarah itu dan menarik paksa ibunya keluar kamar. Sementara sang Ibu yang ditarik paksa memandangnya dengan lembut dan tersenyum.

“IBUUUU!!”

Dan pintu yang terbuka kembali terbanting tertutup, meninggalkan dirinya sendirian dalam suatu ruangan gelap  dan gema tawa kakak dan ayahnya yang terdengar keji.

.

Eva membuka matanya, napasnya memburu dan peluh membanjiri tubuhnya. Gadis itu bangkit dan memandang setelan AC yang terpasang di kamarnya, setelan menunjukkan angka 20 derajat Celcius. Cukup dingin sebenarnya tapi entah kenapa tubuhnya berkeringat deras.

“Mimpi buruk rupanya,” gumam Eva.

Eva bangkit dari tempat tidurnya dan mendekati jendela kamarnya yang terletak di lantai tiga rumahnya. Langit masih gelap dan pemandangan lampu perkotaan masih jelas terlihat. Rumahnya- tidak tepatnya istana ini terletak di puncak bukit, memberikan akses bagi istana untuk mendapat pemandangan kota yang indah yang terletak di kaki bukit.

Eva memandang jam yang terpasang di dinding kamarnya, sekarang pukul lima pagi kurang sepuluh menit. Tanpa membuang waktu Eva melangkah ke kamar mandinya untuk mandi dan bersiap-siap. Terlalu pagi untuk bersiap sebenarnya karena semua jadwal kegiatannya dimulai pukul delapan pagi, tapi Eva selalu terbangun pukul lima pagi.

Air di pagi hari tidak terasa dingin karena setelan air tanah istana telah menggunakan sistem pemanas air, membuatmu bisa menggunakan air dalam keadaan hangat tak peduli di musim dingin sekalipun. Setelah beres mandi dan memilih pakaain untuk pagi ini – blus lengan panjang berwarna pink dan rok panjang semata kaki berwarna hitam – Eva menata rambutnya. Semua beres.

Eva melirik jamnya yang menunjukkan pukul lima lewat lima belas. Buru-buru Eva memastikan pintu kamarnya terkunci, menyambar taplak meja yang terlipat rapi dan membentangkan taplak meja yang lain ke suatu arah. Kali ini Eva mengarahkan taplak meja itu ke arah jendela. Buru-buru gadis itu menutupi rambutnya dengan taplak meja yang lumayan lebar, memastikan semua rambutnya tertutup dan mulai berdiri menghadap jendela dalam diam.

Dengan kikuk – Eva tidak yakin walau sudah bertahun-tahun ia melakukan ini – Eva meletakkan kedua tangannya di atas dada. Mulutnya menggumamkan sesuatu yang terpatah-patah. Tak lama kemudian ia merentangkan tangannya dan merendahkan tubuhnya dengan bertumpu di kedua lutut. Ia kembali tegak dan bersujud menghadap jendela. Gadis itu kembali duduk dan kembali bersujud sebelum akhirnya berdiri tegap kembali. Semua rangkaian kegiatan itu dilakukan oleh Eva sebanyak dua putaran dan diakhiri dengan menoleh ke kiri dan kanan bahu gadis itu.

Eva buru-buru bangkit dan kembali melipat dua taplak meja besar yang ia gunakan sebelumnya. Jujur saja bagi Eva semua gerakan yang ia lakukan itu tidak beda dengan kegiatan senam yang pernah dilakukan di sekolahnya dulu. Akan tetapi Eva ingat jelas Ibunya mengatakan rangkaian gerakan itu adalah cara bersujud kepada Tuhan Yang Sebenarnya. Sampai saat ini Eva tidak paham apa yang dimaksud Tuhan Yang Sebenarnya, akan tetapi melakukan semua rangkaian gerak yang ibunya bilang sebagai sujud selalu menentramkan hatinya. Karena itulah Eva selalu melakukannya walau harus sembunyi-sembunyi.

Eva tidak yakin kenapa ia harus menyembunyikan serangkaian gerakan sujud ini, padahal gerakan ini sangat mirip dengan gerakan senam dari sekolahnya. Akan tetapi hati kecil Eva mengatakan untuk merahasiakan semua gerakan sujud ini. Lagipula masih terbayang di benaknya bagaimana ibunya diseret paksa oleh ayahnya saat ia kecil dulu, karena itulah Eva merasa lebih baik tidak perlu ada yang tahu apa yang dilakukannya.

Cahaya mentari menembus jendela kamar. Eva mematikan AC kamarnya dan membuka pintu jendela kaca miliknya, membiarkan udara pagi hari memenuhi kamarnya. Rasanya begitu segar dan menentramkan. Mungkin membaca buku hingga waktu sarapan bukan ide yang buruk.

.

.

.

“Kau terlambat!”

Eva bergidik kaku dan menatap dua sosok yang saat ini duduk di kursi kayu yang digosok mengilap. Seorang pria tua berumur lima puluhan. Meskipun rambutnya memutih disana-sini akan tetapi tubuh pria itu masih tegap dan tanpak prima. Ia adalah Raja kerajaan Alta, pemilik istana gemerlap yang ditinggali oleh Eva saat ini. Tuhan yang disembah oleh rakyat kerajaan Alta sekaligus ayah dari Eva, Raja Airis.

Eva berusaha membuang rasa takutnya dan melupakan mimpinya semalam, ia tersenyum selembut mungkin. Dengan langkah yang ringan ia menghampiri dan mengecup kanan kiri pipi ayahnya. Sesaat ada kerutan diantara dua alis Raja Airis, akan tetapi semua hilang dan digantikan senyum lembut dan puas.

“Kalian tahu aku tidak suka kalau ada yang terlambat untuk sarapan,” ujar Raja Airis.

Eva tersenyum memohon maaf, “Aku terlalu asyik baca buku.”

“Kebangun lagi di jam lima pagi?” Kali ini Alex, kakak dari Eva menyahut sambil mengoleskan mentega di roti bakarnya. Eva mengangkat bahu dan duduk di kursi yang telah ditarik oleh pelayan.

“Insomniamu belum sembuh? Apa perlu kita memanggil dokter yang lain?” Raja Airis menatap putrinya dengan khawatir. Boleh saja ia menjadi Raja yang tegas dan kejam. Tuhan yang disembah oleh semua rakyat kerajaannya. Akan tetapi dihadapan putri kesayangnnya, Eva, ia tetaplah seorang ayah yang penyayang.

“Tidak perlu, sekarang sudah terbiasa.”

Raja Airis hendak memprotes tapi Eva buru-buru melanjutkan, “Lagipula membaca buku di pagi hari lumayan menyegarkan untuk otak.”

Raja Airis hanya terdiam sementara Alex mengangkat bahu tidak peduli. Eva adalah gadis yang keras kepala. Kalau ia sudah menetapkan satu pilihan maka ia akan terus melakukannya. Lagi pula berdebat di pagi hari dengan Eva yang keras kepala bukanlah keputusan yang bijak, makanya Raja Airis dan Alex tidak mempermasalahkan lagi hal itu.

Raja Airis kembali berusaha mencairkan suasana, “Jadi, apa kegiatan kalian hari ini?”

Dan ruang makan sudah dipenuhi ocehan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh tiga orang anggota kerajaan itu. Pagi yang berjalan damai seperti biasanya.

.

.

.

Saat itu Allah SWT berfirman

“Jadilah!”

Maka semua terjadi atas kehendak-NYA.

Malaikat itu membuka matanya dan bertasbih

Bersujud mensucikan Sang Pencipta

Atas perintah Sang Rabb Yang Agung

Menurunlah sang malaikat ke Bumi

Atas kehendak Sang Rabb pula

Sang Malaikat diserupakan dengan manusia

Untuk menjadi kawan

Dan penyampai kabar gembira

Bagi Hamba Allah yang berada di Bumi

Hamba Allah yang terakhir

.

.

.

HAMBA TERAKHIR

By: Latifun Kanurilkomari

.

.

.

to be continued…


A/N: Akhirnya selesai chapter pertama…walau keseok-seok dulu dan nyasar haha hihi gegara udah lama gak nulis. Sesekali pingin banget nulis fiksi tapi based on AlQuran dan jejeng… jadilah cerita ini. Kayaknya kaku gegara saya kan gak bisa sembarangan bikin dialog Tuhan…makanya maapkeun kalau kaku banget nulisnya yaaa… tapi semua ini pure cuma fiksi doang